* { margin: 0; padding: 0; box-sizing: border-box; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; } body { background-color: black; } .badan { width: 880px; margin: 35px auto; background-color: white; padding: 20px; overflow: hidden; } .badan h2 { color: crimson; border-bottom: 1px solid gainsboro; margin: 5px; margin-bottom: 13px; } .list-produk { border: 1px solid gainsboro; padding: 10px; float: left; width: 200px; margin: 5px; } .list-produk:hover { transition-duration: 700ms; box-shadow: 5px 5px gainsboro; } .list-produk img { width: 100%; height: 175px; display: block; margin-bottom: 5px; } .list-produk h4, .list-produk h5 { color: crimson; text-align: center; margin-bottom: 5px; } .tombol { text-decoration: none; border-radius: 7px; padding: 7px; display: block; float: left; width: 45%; margin: 4px; text-align: center; color: white; } .tombol:hover { background-color: black; transition-duration: 700ms; } .tombol-detail { background-color: green; } .tombol-beli { background-color: crimson; }
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kumpulan Puisi Gus Mus (KH. Mustofa Bisri)

Id.wikipedia.org - KH. A. Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944; umur 69 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. Karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979), Kimiya-us Sa'aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Mahakiai Hasyim Asy'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996), Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996), Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995), Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997). dan juga Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).[1]
Berikut puisi-puisi daru Gus Mus:

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”


Kau ini bagaimana

Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir



Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana

Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana

Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana

Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana

Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana

Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana

Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana

Atau aku harus bagaimana

-1987-



Dalam Kereta
Bukanya aneh bukannya dalam kereta aku kembali teringat
Apakah karena gemuruh yang melintas disini

Aku kembali teringat perjalanan kita yang singkat bukan karena jarak yang dekat
Tapi jarak terlipat oleh keasikan kita yang nikmat

Tidak seperti biasa, kita begitu menjadi kanak-kanak
Bahkan kadang-kadang norak

Tak terganggu stasiun berteriak-teriak dan suara kereta yang bergerak-gerak
Bukannya aneh kita menikmati kesendirian dalam keramaian

Stasiun demi stasiun terlewati tanpa kita sadari
Sampai kita kembali menjadi diri kita lagi

Kau dimana sekarang sayang
Lalu apa yang ada disini (dada) yang terus bergemuruh ini



KALAU KAU SIBUK KAPAN KAU SEMPAT

Kalau kau sibuk berteori saja

Kapan kau sempat menikmati mempraktekkan teori?
Kalau kau sibuk menikmati praktek teori saja
Kapan kau sempat memanfaatkannya?
Kalau kau sibuk mencari penghidupan saja
Kapan kau sempat menikmati hidup?
Kalau kau sibuk menikmati hidup saja
Kapan kau hidup?



Kalau kau sibuk dengan kursimu saja
Kapan kau sempat memikirkan pantatmu?
Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu saja
Kapan kau menyadari joroknya?
Kalau kau sibuk membodohi orang saja
Kapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?
Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja
Kapan orang lain memanfaatkannya?
Kalau kau sibuk pamer kepintaran saja
Kapan kau sempat membuktikan kepintaranmu?
Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja
Kapan kau pintar?



Kalau kau sibuk mencela orang lain saja
Kapan kau sempat membuktikan cela-celanya?
Kalau kau sibuk membuktikan cela orang saja
Kapan kau menyadari celamu sendri?
Kalau kau sibuk bertikai saja
Kapan kau sempat merenungi sebab pertkaian?
Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja
Kapan kau akan menyadari sia-sianya?

Kalau kau sibuk bermain cinta saja
Kapan kau sempat merenungi arti cinta?
Kalau kau sibuk merenung arti cinta saja
Kapan kau bercinta?

Kalau kau sibuk berkutbah saja
Kapan kau sempat menyadari kebijakan kutbah?
Kalau kau sibuk dengan kebijakan kutbah saja
Kapan kau akan mengamalkannya?
Kalau kau sibuk berdzikir saja
Kapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri?
Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja
Kapan kau kan mengenalnya?
Kalau kau sibuk berbicara saja
Kapan kau sempat memikirkan bicaramu?
Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu saja
Kapan kau mengerti arti bicara?
Kalau kau sibuk mendendangkan puisi saja
Kapan kau sempat berpuisi?
Kalau kau sibuk berpuisi saja
Kapan kau akan memuisi?


(Kalau kau sibuk dengan kulit saja
Kapan kau sempat menyentuh isinya?

Kalau kau sibuk menyentuh isinya saja
Kapan kau sampai intinya?
Kalau kau sibuk dengan intinya saja
Kapan kau memakrifati nya-nya?
Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya saja
Kapan kau bersatu denganNya?)

“Kalau kau sibuk bertanya saja

Kapan kau mendengar jawaban!”



Aku Merindukanmu, O, Muhammadku




Aku merindukanmu, o, Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembut-wibawamu



Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah-meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu



Aku merindukanmu, o. Muhammadku



Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur kesana kemari
Mencari mangsa memakan korban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu



O, Muhammadku, O, Muhammadku!



Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Qur'an dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku



Aku merindukanmu, O, Muhammadku



Sekian banyak Abu jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak umatmu



O, Muhammadku - selawat dan salam bagimu -



bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkaan yang telah tergayakan
Bagaimana memerangi
Umat sendiri? O, Muhammadku



Aku merindukanmu, o, Muhammadku



Aku sungguh merindukanmu



Untuk ali jabbar dan usman awam


Di Basrah

Inilah basrah...

tanah batu putih..
tak pernah berhenti memerah..
tak pernah lelah dijarah sejarah..



Inilah basrah...
pejuang badar bernama utbah
membangun kota ini atas perintah umar al faruq sang khalifah
Entah mantra apa yg dibaca ketika meletakkan batu pertama
Sehingga kemudian setiap jengkal tanahnya..
Tak henti-hentinya merekam nuansa seribu satu cerita



Basrah yg marah.. basrah yg merah..
basrah yg ramah.. basrah yg pasrah..



Kota yg terus membatasi penduduknya
dengan menambah jumlah syuhada..



Inilah basrah..
disini ali dan aisyah.. menantu dan istri nabi
mengumpulkan dendam amarah..
ghirah terhadap keyakinan kebenaran ..
setelah mengantarkan az zubair dan al haq,
hawari-hawari nabi ke taman kedamaian abadi yg dijanjikan



Inilah basrah..
Di sini abu musa dan abul hasan
mematrikan nama al as’ari pada lempeng sejarah
Inilah basrah..
di sini berbaur seribu satu aliran
Di sini sunnah, syiah dan mu’tazilah,
masing-masing bisa menjadi bid’ah
Di sini berhala pemutlakkan pendapat terkapar oleh kekuasaan fitrah ..



Inilah basrah.. mimbar khalwat al hasan al bashari dan rabi’ah ..
Inilah basrah.. tempat bercanda abu nuas dan walibah ..
Inilah basrah.. tempat al musayyab dan syair2nya
menghidupkan mirwat yang wah..



Inikah basrah...
tangan takdir penuh misteri
menuntunku.. tamu tak diundang ini kemari
Aku menahan nafas...
Inikah basrah...



Inilah basrah.. setelah perang irak iran
Korma-korma yg masih pucat melambai ramah..
Para pemuda, gadis, dan bocah
menyanyi dan menari tahnyiah
untuk penyair mirbat yg berpesta merayakan
entah kemenangan apa



Di sini jumat siang 25 jumadil ula
Sehabis menelan dan memuntahkan puisi-puisi kebanggaan
Ratusan penyair dengan garang berhamburan menyerang kambing-kambing guling..
Ikan-ikan shatul arab yg dipanggang kering
Nasi samin dan roti segede-gede piring..
anggur dan korma kemurahan basrah..
Aku dilepas takdir ke tengah-tengah mereka..
mengeroyok meja makan yg panjang..
menelan puisi dan saji ..
sambil kuperhatikan wajah-wajah para penyair,.
Kalau-kalau…, ah…
sampai walibah dan abu nawas pun tak tampak ada..



Inilah basrah…
bersama para penyair yg lapar.. kutelan semuanya..
Bersama-sama menghabiskan apa yang ada..
sampai mentari ditelan bumi..
Dan aku pun tertelan habis-habisan..
Basrah mulai gelap…
barangkali adzan maghrib sudah dikumandangkan..
tapi tampaknya tak satupun yg mendengarnya..
Kami kekenyangan semua..



Dan aku, sambil bersendawa,
merogoh saku mencari-cari rokokku..
terasa kertas-kertas lusuh sanguku dari rumah..
puisi-puisi sufistik untuk al bashari dan rabi’ah..
Tiba-tiba.. aku ingin muntah..
Kulihat kedua zahid basrah itu.. di sudut sana sedang berbuka
hanya dengan air mata..



Aku ingin lari bersembunyi tapi kemana..
Tuhan.., berilah aku setetes saja air mata mereka..
untuk mencairkan batu di dadaku..
Basrah.. tolong, jangan rekam kehadiranku..



Basrah, 1410 H



***


Lirboyo, Kaifa Hall....

Lirboyo,
Masihkah tebu-tebu berderet manis melambai di sepanjang jalan menyambut langkah gamang santri anyar menuju gerbangmu?  Ataukah seperti di mana-mana pabrik-pabrik dan bangunan bangunan bergaya spanyolan yang angkuh dan genit menggantikannya?


Lirboyo,
Masikah mercusuar-mercuar petromak sepembuluh bambu setia menemani para santri barsaharul layali? Ataukah seperti di mana-mana neon-neon kebiruan yang berjaga kini seperti bola-bola lampu menggantikan teplok-teplok gothakan?



Lirboyo,
Masihkah shorof dan i'lal dihafal diserambi, dapur dan pematang? Dan senandung alfiah membuai merdu? Ataukah seperti di mana-mana santri lebih suka menghafal lagu-lagu dan alunan dangdut dari transistor modern masa kini?



Lirboyo,
Masihkah musyawarah pendalaman ilmu dan halaqoh-halaqoh menghidupkan malam-malam penuh ghirah dan himmah? Ataukah seperti di mana-mana diskusi-diskusi sarat ietilah tanpa kelanjutan dinilai lebih bergengsi dan bergaya?



Lirboyo,
Masihkah sari-sari pikiran al Ghazaly dikaji sore dan setiap saat dicontohkan dalam perilaku Bapak Kiai? Ataukah seperti di mana-mana penggalan-penggalan kata-kata mutiara dianggap lebih bermakna salam kaligrafi dan majalah-majalah?



Lirboyo,
masihkah santri-santri bersama-sama melakukan sholat setiap waktu dalm derajat ganjaranya yang berlipat da puluh tujuh? Ataukah seperti di mana-mana orang merasa tak punya waktu sibuk memburu saat-saat kesendirian untuk diri sendiri?



Lirboyo,
Masihkah Mbah Manab, Mbah Marzuqi, dan Mbah Mahrus memercikkan tsawab berkah dala, suksesi ilmu dan amaliyah? Ataukah di mana-mana mereka tidak punya arti apa-apa kecuali buat dikenang sesekali dalam upacara haul yang gegap gempita?



Lirboyo,
Masihkah senggotmu tersa berat bagi penimbanya? Ataukah lebih beraat lagi?

Lirboyo,

Kaifa Hal? Bagaimana kabar Gus Idris, Gus War, Gus Imam, Gus Maksum?
 Lirboyo,
Di mana-mana ada lirboyo
Di mana-mana ada Mbah Manab
Di mana-mana ada Mbah Marzuqi
Di mana-mana ada Mbah Mahrus
Dari senggotmu mereka menimba
 Lirboyo,
Aku Rindu Kau...!!!



Gandrung



 
o, damaiku, o resahku
o teduhku, o terikku
o gelisahku, o tentramku
o, penghiburku, o fitnahku
o harapanku, o cemasku
o tiraniku,
selama ini
aku telah menghabiskan umurku
untuk entah apa. di manakah
kau ketika itu, o, kekasih ?
mengapa kau tunggu hingga
aku lelah
tak sanggup lagi
lebih keras mengetuk pintumu
menanggung maha cintamu ?
benarkah
kau datang kepadaku
o, rinduku,
benarkah ?


Negeri Teka-Teki


Jangan tanya, tebak saja

Jangan tanya apa
Jangan tanya siapa
Jangan tanya mengapa
Tebak saja
Jangan tanya apa yang terjadi
Apalagi apa yang ada dibalik kejadian
Karena disini yang ada memang
Hanya kotak-kotak teka-teki silang
Dan daftar pertanyaan-pertanyaan
Jangan tanya mengapa
Yang disana dimanjakan
Yang disini dihinakan, tebak saja
Jangan tanya siapa
Membunuh buruh dan wartawan
Siapa merenggut nyawa yang dimuliakan Tuhan
Jangan tanya mengapa, tebak saja
Jangan tanya mengapa
Yang disini selalu dibenarkan
Yang disana selalu disalahkan, tebak saja
Jangan tanya siapa
Membakar hutan dan emosi rakyat
Siapa melindungi penjahat keparat
Jangan tanya mengapa, tebak saja
Jangan tanya mengapa
Setiap kali terjadi kekeliruan
Pertanggungjawabannya tak karuan
Tebak saja
Jangan tanya siapa
Beternak kambing hitam
Untuk setiap kali dikorbankan, tebak saja
Jangan tanya siapa
Membungkam kebenaran
Dan menyembunyikan fakta
Siapa menyuburkan kemunafikan dan dusta
Jangan tanya mengapa, tebak saja
Jangan tanya siapa
Jangan tanya mengapa
Jangan tanya apa-apa
Tebak saja



Rembang, Oktober 1997



Dari Berbagai Sumber
sumber


Mungkin anda akan membaca juga puisi penyair lain:


Puisi Chairil Anwar
Puisi Sutardji Calzoum Bahri
Puisi Taufiq Ismail
Puisi Rendra
Puisi Umbu Landu Paranggi
Puisi Zamawi Imron
Puisi Agus R Sarjono

m